I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum
dalam pengertian yang sederhana adalah merupakan perintah dan larangan untuk
berbuat dan tidak berbuat yang karenanya melahirkan hak dan kewajiban,
diskripsi hukum dalam lingkup Islam di Indonesia sering diistilahkan dengan hukum Islam
yang merupakan terjemahan
dari kata syariat dan fikih, sebagaimana kalangan ahli hukum Barat menyebut
syariat dengan sebutan Islamic Law dan
fikih dengan Islamic Jurisprudance.
Pengertian
syariat bersifat luas ia mencakup seluruh tatanan nilai dan norma dalam
kehidupan Islam yang menyangkut keimanan atau akidah yang benar, amal perbuatan
manusia, maupun akhlak yang
menggambarkan keseluruhan tatanan norma ajaran
Islam.
Fikih merupakan penafsiran terhadap syariat, khususnya mengenai amal perbuatan manusia yang bersumber dari
dalil-dalil terperinci dari al-Qur’an dan hadis yang kemudian dirumuskan dalam
hukum-hukum, seperti wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram. Hukum Islam adalah segala macam ketentuan atau ketetapan
mengenai sesuatu hal yang telah diatur dan ditetapkan oleh agama Islam yang
berisi perintah dan larangan untuk
berbuat atau tidak berbuat dan jika dilanggar telah ditetapkan sanksinya
Hukum Islam sering pula diterjemahkan
dengan lima ketetapan yang dibebankan pada manusia,
yaitu: wajib, sunnah, makruh, mubah atau halal, dan haram. Dengan demikian
ruang lingkup hukum Islam dalam penerapannya dapat diklasifikasi ke dalam dua kelompok besar, antara
lain, hukum yang berkaitan dengan
persoalan ibadah, dan hukum yang
berkaitan dengan persoalan kemasyarakatan. Hukum ibadah adalah hukum yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu iman, shalat, zakat, puasa,
dan haji. Hukum kemasyarakatan, yaitu hukum yang mengatur hubungan antar sesama
manusia maupun dengan mahluk ciptaan Allah yang lainnya, semisal muamalah.
Penerapan dua
kelompok besar hukum tersebut akan
dicobaah ditelaah secara kepustakaan pada berbagai pembidangan hukum Islam
dengan rumusan maslah sebagai berikut :
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana ruang lingkup pembidangan hukum Islam?
2.
Bagaimana ciri-ciri dan tujuan hukum Islam
I.
PEMBAHASAN
Kata hukum
sering dikonotasikan dengan peraturan dan sejenisnya. Kata hukum secara
etimologi berasal dari akar kata bahasa arab, yaitu ح ك م yang
dapat imbuhan ا danل sehingga menjadi الحكم bentuk masdar dari حكم-يحكم . selain itu الحكم
merupakan bentuk mufrad dan bentuk jamaknya adalah الأحكم.[1]
Berdasarkan
akar kata tersebut melahirkan kata الحكمة artinya kebijaksanaan.
Maksudnya, orang yang memahami hukum lalu mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari dianggap sebagai orang bijaksana. Selain itu, akar kata ح ك م
dapat melahirkan kata
الحكمة artinya kendali atau kekangan kuda, yaitu hukum dapat
mengendalikan atau mengekang seseorang dari hal-hal yang sebenarnya dilarang
oleh agama.
Hukum Islam
merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh
al-Islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syariah al-Islamy.
Istilah ini dalam wacana ahli hukum Barat disebut Islamic Law. Dalam
al-Qur’an dan sunnah, istilah al-hukm al-Islam tidak ditemukan. Namun, yang
digunakan adalah kata syariat Islam, yang kemudian dalam pejabarannya disebut
اثبات شى على او
فقيه عنه
Artinya:
Menetapkan
sesuatu atau meniadakan sesuatu daripadanya.[2]
A.
Ruang Lingkup Pembindangan Hukum Islam
Para ulama
membagi ruang lingkup hukum Islam (fiqh) menjadi dua yaitu[3]
:
1. Ahkam al- Ibadat
Ahkam al-Ibadat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya. Ahkam al-Ibadat ini dibedakan kepada Ibadat
Mahdla dan Ibadat Ghair Mahdlah. Ibadah Mahdlah adalah jenis
ibadah yang cara waktu atau tempatnya sudah ditentukan, seperti shalat, puasa,
zakat, haji, nadzar dan sumpah. Sedangkan ibadah ghair mahdlah adalah
semua bentuk pengabdian kepada Allah swt. dan setiap perkataan atau perbuatan
yang memberikan manfaat kepada manusia pada umumnya, seperti berbuat baik
kepada orang lain, tidak merugikan orang lain, memelihara kebersihan dan
kelestarian lingkungan, mengajak orang lain untuk berbuat baik dan meninggalkan
perbuatan buruk, dan lain-lain.
2. Ahkam Al-Mu’malat
Ahkam al-Mu’amalat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur hubungan antar
manusia (mahluk), yang terdiri dari :
a.
Ahkam al-ahwal al-syahsiyat (hukum
orang dan keluarga), yaitu hukum tentang orng (subyek hukum) dan hukum
keluarga, seperti hukum perkawinan.
b.
Ahkam al-Madaniyat (Hukum Benda),
yaitu hukum yang mengatur masalah yang berkaitan dengan benda, seperti jual
beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, penyelasian harta warisan atau hukum
kewarisan.
c.
Al-ahkam al-Jinayat (Hukum Pidana
Islam), yaitu hukum yang berhubungan dengan perbuatan yang dilarang atau tindak
pidana (delict,jarimah) dan ancaman atau sanksi hukum bagi yang
melanggarnya (uqubat)
d.
Al-ahkam al-qadla wal al-Murafa’at (hukum acara), yaitu hukum yang berkaitan dengan acara diperadilan
(hukum formil), umpama aturan yang berkaitan dengan alat-alat bukti, seperti
saksi, pengakuan, pengakuan, sumpah, yang berkaitan dengan pelaksanaan hukuman
dan lain-lain.
e.
Ahkam al-Dusturiyah (hukum tata
Negara dan perundang-undangan), yaitu hukum yang berkaitan dengan masalah
politik, seperti mengenai pangaturan dasar dan system Negara,
perundang-undangan dalam Negara, syarat-syarat, hak dan kewajiban pemimpin,
hubungan pemimpin dengan rakyatnya, dan lain-lain.
f.
Ahkam al-dauliyah (hukum
Internasional), yaitu hukum yang mengatur hubungan antar Negara, baik dalam
keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
g.
Ahkam al-Iqtishadiyah wa al-Maliyah (Hukum Perekonomian-dan moneter), yaitu hukum tentang perekonomian dan
keuangan dalam suatu Negara dan antarnegara.
Sistematika hukum (ahkam al-muamalat) diatas,
pada dasarnya sama dengan sistematika dalam ilmu hukum. Menurut ilmu hukum,
hukum dapat dibedakan menjadi :
1.
Hukum formil terdiri dari :
a.
Hukum public formil (hukum acara pidana)
b.
Hukum privat formil (hukum acara perdata)
2.
Hukum materil terdiri dari :
a.
Publik
a). hukum pidana
b). Hukum tata Negara
c). Hukum tata usaha Negara
d). Hukum public internasional
b. Hukum Privat
a). Hukum perdata
b). Hukum dagang
c). Hukum intergentil (hukum antar golongan)
d). Hukum perdata Internasional[4]
Jika dibandingkan hukum Islam bidang muamalah dengan
hukum barat, yang membedakan antara hukum privat (hukum perdata) dengan hukum
publik, maka sama halnya dengan hukum adat di tanah air kita, hukum Islam tidak
membedakan antara hukum perdata dan hukum public. Hal ini disebabkan karena
menurut system hukum Islam pada hukum public ada segi-segi perdatanya, maka
dalam hukum Islam tidak dibedakan kedua bidang hukum itu, yang disebutkan
adalah bagian-bagiannya saja seperti misalnya :
1. Munakahat
2. Wirasah
3. Mu’amalat dalam arti khusus
4. Jinayat atau ‘ukubat
5. Al-ahkam as-sulthaniyah (khilafah)
6. Syiar
7. Mukhsamat[5]
Jika ruang
lingkup syariah diatas analisis objek pembahasannya, tampak mencerminkan
seperangkat norma ilahi yang mengatur tata hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan social, hubungan manusia
dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Norma ilahi yang mengatur tata
hubungan dimaksud adalah :
1. Kaidah ibadah dalam arti khusus atau yang disebut
kaidah ibadah murni, mengatur cara dan upacara hubungan langsung antara manusia
dengan Tuhannya.
2. Kaidah muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya dan mahluk lain dilingkungannya.
B. Ciri-Ciri dan Tujuan Hukum Islam
Berdasarkan ruang lingkup hukum Islam yang telah
diuraikan dapat ditentukan cirri-ciri hukum Islam sebagai berikut[6]
:
1. Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran
agama Islam
2. Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak
dapat dicerai pisahkan dengan iman dan kesusilaan atau akhlak Islam
3. Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu syariah dan
fikih. Syariah bersumber dari wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw. dan
fikih adalah hasil pemahaman manusia yang bersumber dari nash-nash bersifat
umum.
4. Hukum Islam terdiri atas dua bidang utama, yaitu hukum
ibadah dan hukum muamalah dalam arti yang luas. Hukum ibadah bersifat tertutup
karena telah sempurna karena telah sempurna dan muamalah dalam arti yang luas
bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat untuk itu
dari masa ke masa.
5. Hukum Islam mempunyai struktur yang berlapis-lapis
seperti yang akan diuraikan dalam bentuk bagan tangga bertingkat. Dalil
al-Qur’an yang menjadi hukum dasar dan mendasari sunnah Nabi Muhammad saw. dan
lapisan-lapisan seterusnya ke bawah.
6. Hukum Islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari
pahala
7. Hukum Islam dapat dibagi menjadi :
a.
Hukum taklifi atau hukum taklif yaitu, al-ahkam al-khamsah yang terdiri atas
lima kaidah jenis hukum lima penggolongan hukum, yaitu jaiz, sunnat, makruh,
wajib, dan haram.
b.
Hukum wadh’i ,yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat, halangan
terwujudnya hubungan hukum.
Adapun tujuan hukum Islam bila ditinjau dari dua segi
yakni segi pembuat hukum Islam yaitu Allah dan Rasul-Nya, dan segi manusia yang
menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Jika dilihat dari segi pertama
yaitu pembuat hukum Islam maka tujuan hukum Islam itu adalah :
1. Untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat
primer, sekunder dan tertier, yang dalam kepustakaan hukum Islam masing-masing
disebut dengan istilah daruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat.
2. Untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam
kehidupannya sehari-hari.
Selanjutnya jika dilihat dari segi pelaku hukum Islam
yakni manusia sendiri maka tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan
yang berbahagia dan sejahtera.
II. PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Ruang lingkup hukum Islam secara garis besar ialah :
a.
Kaidah ibadah dalam arti khusus atau yang disebut kaidah ibadah murni,
mengatur cara dan upacara hubungan langsung antara manusia dengan Tuhannya.
b.
Kaidah muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan
mahluk lain dilingkungannya.
2. Ciri-ciri hukum Islam tidak lepas dari sumber hukum
yaitu al-Qur’an dan mempunyai istilah kunci yaitu syari’ah dan fikih. Dan
tujuan hukum Islam secara umum adalah tercapainya keridhaan Allah dalam
kehidupan manusia didunia dan di akhirat
B.
Saran
1. Setelah membaca dan memahami makalah ini,diharapkan
kepada pembaca mampu mengaplikasikan hukum Islam dalam aktifitas keseharian
sesuai dengan ketentuan sehingga mampu meraih ridha Allah swt.
2. Sebagai media pembelajaran penulis meyadari dalam
makalah ini masih memiliki keterbatasan, olehnya itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari teman-teman dalam penyempurnaan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainnudin, Hukum Islam, Pengantar Ilmu
Hukum di Indonesia, Cet II; Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Daud Ali,
Muhammad, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, Cet VI; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Khallaf, Abdul
Wahhab, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Us}ul Fiqh), diterjemahkan oleh
Noer Iskandar, Cet VI; Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1996.
Mardani, Hukum
Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Cet I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Usman,
Suparman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar Studi
Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Cet I; Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001.
Yunus, Mahmud, Kamus
Arab-Indonesia, Cet XIV; Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, 2010.
[1]H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Cet XIV; Jakarta: PT.
Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, 2010. h. 107
[2]Zainnudin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum di Indonesia,
Cet II; Jakarta: Sinar Grafika, 2008 h. 1
[3]Mardani, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,
Cet I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 h. 15
[4]H. Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia, Cet I; Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001 h. 24-25
[5]H. Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, Cet VI; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998
h.50
[6]Zainnudin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum di Indonesia,
Cet II; Jakarta: Sinar Grafika, 2008 h. 8